Selasa, 25 April 2017

Tugas2 algoritma dan pemrograman kasus teknik elektro

Nama   : Bagus Santosa
NPM    : 12414003
Kelas   : 3IB06C

Pemrogram Prototipe Alarm Parkir Mobil dengan Ultrasonic

#include <mega32.h> //
#include <stdio.h>
#include <delay.h>

// Alphanumeric LCD Module functions
#include <alcd.h>

unsigned int jarak;
unsigned char us1,tam[33];
float data;

// Timer 0 overflow interrupt service routine
interrupt [TIM0_OVF] void timer0_ovf_isr(void)
{
// Reinitialize Timer 0 value
TCNT0=0x98;
// Place your code here
jarak++;
}

#define ADC_VREF_TYPE 0x00

// Read the AD conversion result
unsigned int read_adc(unsigned char adc_input)
{
ADMUX=adc_input | (ADC_VREF_TYPE & 0xff);
// Delay needed for the stabilization of the ADC input voltage
delay_us(10);
// Start the AD conversion
ADCSRA|=0x40;
// Wait for the AD conversion to complete
while ((ADCSRA & 0x10)==0);
ADCSRA|=0x10;
return ADCW;
}


void ultra_sonic1(void)
{
 TCNT0=0x98;
 jarak=0;
 PORTD.0 = 1;
 delay_us(10);
 PORTD.0 = 0;

 while (PIND.1==0) {;};

 TCCR0=0x02;

 while(PIND.1==1 && jarak!=240)    {;};
 TCCR0=0x00;
 us1 = jarak;
 delay_ms(5);

 if (jarak < 10) {PORTD.2 = 1;}
 else if (jarak < 51) {PORTD.2 = 1; delay_ms(jarak*2);PORTD.2 = 0;}
 else PORTD.2 = 0;
}


void tegangan()
{
data=(float)read_adc(0)*55/1024;
}

// Declare your global variables here

void main(void)
{
bit a=0;
// Declare your local variables here

// Input/Output Ports initialization
// Port A initialization
// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In
// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T
PORTA=0x00;
DDRA=0x00;

// Port B initialization
// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In
// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T
PORTB=0x80;
DDRB=0x80;

// Port C initialization
// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In
// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T
PORTC=0x80;
DDRC=0x00;

// Port D initialization
// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In
// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T
PORTD=0x00;
DDRD=0x05;

// Timer/Counter 0 initialization
// Clock source: System Clock
// Clock value: 16000,000 kHz
// Mode: Normal top=0xFF
// OC0 output: Disconnected
TCCR0=0x01;
TCNT0=0x98;
OCR0=0x00;

// Timer/Counter 1 initialization
// Clock source: System Clock
// Clock value: Timer1 Stopped
// Mode: Normal top=0xFFFF
// OC1A output: Discon.
// OC1B output: Discon.
// Noise Canceler: Off
// Input Capture on Falling Edge
// Timer1 Overflow Interrupt: Off
// Input Capture Interrupt: Off
// Compare A Match Interrupt: Off
// Compare B Match Interrupt: Off
TCCR1A=0x00;
TCCR1B=0x00;
TCNT1H=0x00;
TCNT1L=0x00;
ICR1H=0x00;
ICR1L=0x00;
OCR1AH=0x00;
OCR1AL=0x00;
OCR1BH=0x00;
OCR1BL=0x00;

// Timer/Counter 2 initialization
// Clock source: System Clock
// Clock value: Timer2 Stopped
// Mode: Normal top=0xFF
// OC2 output: Disconnected
ASSR=0x00;
TCCR2=0x00;
TCNT2=0x00;
OCR2=0x00;

// External Interrupt(s) initialization
// INT0: Off
// INT1: Off
// INT2: Off
MCUCR=0x00;
MCUCSR=0x00;

// Timer(s)/Counter(s) Interrupt(s) initialization
TIMSK=0x01;

// USART initialization
// USART disabled
UCSRB=0x00;

// Analog Comparator initialization
// Analog Comparator: Off
// Analog Comparator Input Capture by Timer/Counter 1: Off
ACSR=0x80;
SFIOR=0x00;

// ADC initialization
// ADC Clock frequency: 1000,000 kHz
// ADC Voltage Reference: AREF pin
ADMUX=ADC_VREF_TYPE & 0xff;
ADCSRA=0x84;

// SPI initialization
// SPI disabled
SPCR=0x00;

// TWI initialization
// TWI disabled
TWCR=0x00;

// Alphanumeric LCD initialization
// Connections specified in the
// Project|Configure|C Compiler|Libraries|Alphanumeric LCD menu:
// RS - PORTB Bit 0
// RD - PORTB Bit 1
// EN - PORTB Bit 2
// D4 - PORTB Bit 3
// D5 - PORTB Bit 4
// D6 - PORTB Bit 5
// D7 - PORTB Bit 6
// Characters/line: 16
lcd_init(16);

// Global enable interrupts
#asm("sei")

while (1)
      {
      // Place your code here
    
      if(PINC.7==0){a++;if(a>1){a=0;}}
    
      if (a==0)
        {
        ultra_sonic1();
        lcd_gotoxy(0,0);
        lcd_putsf("Alarm Parkir    ");
        lcd_gotoxy(0,1);
        sprintf(tam,"Jarak = %d cm ",jarak);
        lcd_puts(tam);
        }
    
      else
        {
        tegangan();
        lcd_gotoxy(0,0);
        lcd_putsf("Tegangan Supply  ");
        lcd_gotoxy(0,1);
        sprintf(tam,"V = %0.1f Volt ",data);
        lcd_puts(tam);
        }
      
      delay_ms(100);
      }
}

Rabu, 12 April 2017

Penguat Video

A.    Penguat IF (Intermediate Frequency)
Rangkaian ini berfungsi sebagai penguat sinyal output yang dihasilkan Tuner hingga 1.000 kali. Karena output tuner merupakan sinyal yang lemah dan sangat tergantung pada jarak pemancar, posisi penerima, dan bentang alam. Rangkaian ini juga berguna untuk membuang gelombang lain yang tidak dibutuhkan dan meredam interferensi pelayangan gelombang pembawa suara yang mengganggu gambar.
Penguat Video IF merupakan sebuah Band Pass Amplifier yang berfungsi untuk mempekuat frekwensi menengah atau IF (Intermediate Frequency) sinyal pembawa gambar yang berasal dari keluaran Tuner agar levelnya mencukupi untuk dideteksi oleh bagian video detektor. Untuk sistim PAL BG seperti di Indonesia spektrum frekwensi penguat video IF menggunakan center pada frekwensi 38.9Mhz untuk IF sinyal pembawa gambar (video carrier) dan 33.4Mhz untuk sinyal IF pembawa suara (sound carrier).


B.     Bagian penguat Video IF sangat penting karena menentukan kualitas-kualitas  seperti:
  • Sensitivitas penerimaan atau kemampuan menerima sinyal dari antena yang lemah tetapi tetap dapat memberikan kualitas gambar yang bersih dari noise.
  • Selektivitas penerimaan atau kemampuan untuk memisahkan gangguan dari chanel yang berdekatan.
  • Kualitas gambar atau kemampuan untuk memberikan detail (resolusi) gambar yang tajam.

C.    Rangkaian Detektor Vide
Sinyal video komposit dideteksi oleh detektor video dari sinyal IF gambar. Biasanya untuk rangkaian detektor video digunakan detector dioda. Rangkaian ini berfungsi sebagai pendeteksi sinyal video komposit yang keluar dari penguat IF gambar. Selain itu, rangkaian ini berfungsi pula sebagai peredam dari sinyal yang mengganggu karena apabila ada sinyal lain yang masuk akan mengakibatkan buruknya kualitas gambar. Salah satu sinyal yang diredam adalah sinyal suara.
Ada dua macam metode deteksi, pertama menggunakan detektor dioda dan yang lain digunakan detector pulsa sinkronisasi, ini diproduksi berkat perkembangan teknologi IC. Pada metode deektor sinkronisasi, pulsa sinkronisasi diambil dari pembawa IF gambar dan diberikan ke detector sinkronisasi. Sinyal output hasil deteksi akan keluar hanya bila diberikan pulsa sinkronisasi.



D.    AGC (Automatic Gain Control)
Sinyal gambar dimodulasikan menggunakan sistim AM (amplitudo modulasi). Oleh karena itu cacat amplitudo akan dapat menyebabkan gambar rusak. Penguat video IF dirancang agar keluaran dari sirkit video detektor adalah konstant sebesar 2v pp. Padahal kekuatan sinyal RF input yang diterima oleh antena berbeda-beda pada setiap stasiun pemancar.  Jika sinyal RF yang diterima antena terlalu kuat, maka dapat mnyebabkan sinyal keluaran melebihi 2v pp, dan hal ini dapat menyebabkan sinkronisasi sinyal gambar cacat atau hilang sama sekali karena terpotong (clipped). Untuk mencegah hal ini terjadi maka digunakan sirkit AGC, yang fungsinya adalah  untuk “mengurangi faktor penguatan” bagian penguat video IF jika sinyal RF yang diterima terlalu kuat, dengan tujuan untuk menjaga agar level keluaran sinyal video tetap terjaga konstan pada level 2v pp. AGC bekerja dengan sistim loop umpan balik tertutup, kuat lemahnya sinyal keluaran dari sirkit video detektor digunakan sebagai umpan balik untuk pengendalian faktor penguatan pada bagian IF amplifier dan Tuner.

Ø  Ada 2 macam sirkit AGC yang bekerja pada bgaian video IF :
  • IF AGC – Merupakan sirkit internal didalam ic video IF yang berfungsi untuk mengurangi faktor penguatan bagian sirkit penguat video IF.
  • RF AGC – Merupakan sirkit yang bekerja eksternal.  Jika penguatan bagian penguat video IF sudah minimal tetapi sinyal yang diterima masih terlalu kuat, maka akan bekerja eksternal AGC yang akan mengurangi faktor penguatan bagian penerima Tuner.


Ø  Ada beberapa tipe sirkit AGC
  • Average AGC (AGC rata-rata) – AGC diatur oleh level tegangan rata-rata sinyal video.Hasilnya kurang bagus, sebab dipengaruhi oleh besar kecilnya level sinyal video, padahal kuatnya sinyal RF antena tetap.
  • Peak level AGC – AGC diatur oleh besarnya level puncak sinyal sinkronisasi.Hasilnya lebih baik dari average AGC.
  • Delayed AGC – atau AGC yang ditunda. Artinya jika sinyal yang diterima masih lemah tidak terlalu kuat maka AGC belum akan aktip bekerja. AGC baru akan mulai bekerja jika sinyal yang diterima antena sudah melebihi level yang ditentukan.


E.     Apakah sistim penerima (receicer) Superheterodin itu ?
Penerima radio yang langsung memilih frekwensi yang diterima antena, memperkuat sinyal yang diterima dan kemudian langsung dideteksi dinamakan penerima “stright” atau penerima langsung. Sistim penerima seperti ini mempunyai banyak kelemahan antara lain karena kurang sensitif dan tidak selektif.
Sistim penerimaan yang dinamakan superheterodin diperkenalkan oleh Edwin Armstrong pada tahun 1918 untuk memperbaiki cacat penerima stright, dimana sistim ini hingga sekarang terus digunakan. Pada sistim superheterodin sinyal yang diterima antena dirubah dahulu menjadi frekwensi IF (frekwensi menengah) dengan menggunakan sirkit RF osilator dan mixer.

Besarnya frekwensi IF untuk penerima :
AM receicer 455/450Khz
FM receiver 10.7Mhz
TV receiver ada beberapa sistim yaitu 38.0/38.9/45.75/Mhz. Teve sistim PAL BG/DK menggunakan center frekwensi IF 38.9Mhz.
TV satelit receicer 70Mhz
Radar receiver 30Mhz
Komunikasi receiver dengan gelombang mikro 70/250Mhz




Kamis, 06 April 2017

Rangkuman Elektronika Telekomunikasi

Amplifier Linier, Amplifier kelas C dan Multipliers Frekuensi
Ada dua tipe dasar power amplifier digunakan dalam pemancar  yaitu Amplifier linier dan Amplifier kelas C.  Amplifier linier memiliki sinyal output yang identik dengan sinyal inputnya, atau dengan kata lain sinyal outputnya merupakan replika dari pembesaran sinyal input. Jadi, amplifier linier menghasilkan sinyal output dengan daya yang lebih besar dari pada sinyal inputnya.
Amplifier linier terdiri dari kelas A, AB, dan B. Kelas-kelas itu mengindikasikan bagaimana amplifier itu berbias. Penguat kelas A menjadi bias ketika berada di daerah aktif sehingga bekerja terus-menerus. Bias diatur sedemikian mungkin sehingga input memvariasikan arus collector untuk melebihi daerah linier transisitor. Kadang-kadang amplifier kelas A disebut dapat menghasilkan 360 derajat gelombang sinus masukannya. Kelas A sangat linier, tetapi sangat tidak efisien sehingga hanya menghasilkan penguatan daya yang kecil
Penguat kelas B menjadi bias ketika berada di daerah cut off, sehinga tidak ada arus collector mengalir dengan masukan nol. Transistor hanya mengerjakan setengah dari sinyal input, dengan kata lain amplifier kelas B hanya menghasilkan 180 derajat dari sinyal sinus masukan. Oleh karena itu, amplifier Kelas B biasanya terhubung dalam rangkaian push-pull dimana satu transistor menguatkan masing-masing setengah dari sinyal input (sinyal positif dan sinyal negatif).
Penguat kelas AB menjadi bias ketika berada di dekat daerah cut off dengan beberapa aliran arus collector. Amplifier kelas AB menghasilkan sinyal output lebih dari 180 derajat tetapi lebih kecil dari 360 derajat dari sinyal inputnya. Amplifier kelas AB menghasilkan linieritas lebih bagus dari pada kelas B, tetapi dengan efisiensi yang lebih rendah.
Penguat kelas C menjadi bias ketika berada melampaui daerah cut off. Amplifier kelas C bekerja untuk 90 derajat dan 180 derajat dari gelombang masukan. Amplifier Kelas B dan kelas C merupakan kelas yang paling efisien karena arus mengalir hanya untuk sebuah bagian dari sinyal input, tetapi kelas C adalah yang paling efisien. Tetapi diantara keduanya terdapat distorsi pada sinyal input, suatu teknik khusus digunakan untuk menghilangkan ditorsi tersebut. Seperti pada kelas B beroperasi dengan menggunakan rangkaian push-pull, dan kelas C menggunakan resonansi LC. Amplifier kelas C paling disarankan untuk digunakan diantara tipe RF amplifier lainnya, karena kelas C paling tinggi tingkat efisiensinya (diatas kelas A dan kelas B)

Ciri Khas Dari Rangkaian Receiver
Bagian terpenting dari sebuah system komunikasi adalah Receiver yang berada di paling depan dari system komunikasi . Pada bagian depan biasanya terdiri dari penguat RF, mixer dan rangkaian tuned .  Bagian tersebut merupakan bagian dari receiver yang berfungsi memproses sinyal masukkan yang sangat lemah.
Pada kebanyakan di rangkaian receiver komunikasi , penguat RF tidak digunakan karena kemampuannya yang hanya mampu untuk frekuesni yang rendah yaitu dibawah 100 MHz. Penggunaan RF amplifier pada frekuensi rendah  guna menaikkan sinyal amplitude  yang akan dimixing.
Bagian lain yang tak kalah penting  dari superheterodyne receiver  adalah penguat IF. Pilihan untuk menggunakan penguat IF  tergantung dari desain receiver yang akan digunakan. Untuk pemilihan penggunaan  penguat IF akan ada kompromi akan bagus pemilihan dan stabilnya, dimana dapat mendapatkan hasil terbaik pada frekuensi rendah dan penolakan good image  yang sangat bagus digunakan jika diaplikasikan ke frekuensi yang tinggi
Salah satu cara untuk berhadapan dengan sinyal yang besar adalah dengan menggunakan rangkaian AGC. AGC (Automatic Gain Control) adalah system umpan balik yang mengatur gain dari penerima tergantung dari sinyal amplitude yang diterima . hasil dari penggunaan AGC pada rangkaian receiver menghasilkan luasnya ruang lingkup penangkapan sinyal. Rangkaian AGC menerima sinyal dari output dari penguat IF maupun atau output  dari demodulator dan penyearah menjadi dc.
AFC ( Pengkontrol frekuensi otomatis) adalah  rangkaian dengan  sistem umpan balik yang mirip dengan AGC yang biasa digunakan pada frekuensi tinggi. Penggunaan AFC disebabkan untuk menjaga LO di frekuensi. Karena pada frekuensi dibawah 100 MHz, kestabilan oscillator terjadi permasalahan oleh karena itu penggunaan LO di superheterodyne receiver diperlukan.
Penerima dalam sebuah system komunikasi untuk menerima sinyal dari SSB atau CW (kode morse) yang mempunyai sebuah oscillator didalamnya yang berfungsi untuk mengembalikan informasi yang terpancar merupakan kegunaan dari sebuah rangkaian beat frequency oscilator (BFO). Ragkaian tersebut biasa dirancang dekat dengan IF dan diaplikasikan menuju demodulator bersama dengan sinyal IF yang berisi modulasi.

Jawaban Soal
Self-Test (Chapter 6)
1. oscillator
2. continuous-wave, CW
3. crystal oscillator
4. buffer
5. drivers
6. final
7. speech-processing
8. frequency multipliers
9. mixer
10. linear
11. class C
12. AM, SSB
13. class C
14. A, B, AB
15. 27
16. 360
17. true
18. push-pull
19. 90, 150
20. pulses
21. tuned or resonant circuit
22. 60, 85
23. harmonics
24. frequency multipliers
25. 2.3.4.5 = 120 ; 120 (1,5) = 180 MHz
26. 28 (1,8) = 50,4 W
Self-Test (Chapter 7)
42. 1,36
43. shot, transit-time
44. false
45. true
46. noise figure
47. microwave
48. 48,464
49. 49. distortion
50. 50. high
51. RF amplifier, mixer
52. true
53. gain, selectivity, noise
54. MESFET or GASFET, gallium arsenide
55. IF
56. tuned circuits
57. mutual inductance
58. under, over, optimum, critical
59. limiter
60. cutoff, saturation
61. collector current
62. 100
63. automatic gain control
64. IF
65. rectifier, IF amplifier or detector
66. decrease
67. increase
68. constant-current source
69. control gate
70. automatic volume control
71. diode detector
72. reduced
73. local oscillator
74. demodulator
75. voltage-variable capacitor
76. squelch
77. audio, noise
78. tone, squelch
79. SSB, CW